JAKATA – Kejaksaan Agung (Kejagung) terus menunjukkan komitmennya dalam memberantas korupsi. Terbaru, Kejagung mengungkapkan telah menyita uang senilai lebih dari Rp 6,8 triliun dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dan pencucian uang yang melibatkan perusahaan perkebunan sawit raksasa, PT Duta Palma Group.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menyatakan bahwa penyitaan tidak hanya dilakukan dalam mata uang rupiah, melainkan juga dalam berbagai mata uang asing.
“Uang rupiah yang disita sebesar Rp 6.862.008.004.090. Selain itu, juga disita:
USD 13.274.490,57 (dolar Amerika)
SGD 12.859.605 (dolar Singapura)
AUD 13.700 (dolar Australia)
Yuan China 2.005
JPY 2.000.000 (Yen Jepang)
KRW 5.645.000 (Won Korea)
MYR 300 (Ringgit Malaysia),” ujarnya di Jakarta, Kamis (8/5/2025).
Harli menegaskan bahwa uang hasil sitaan tersebut tidak disimpan sembarangan, tetapi langsung dimasukkan ke dalam rekening penitipan di Bank Persepsi, yakni bank yang ditunjuk pemerintah untuk menampung setoran negara. “Kami pastikan semua uang langsung dititipkan ke rekening khusus milik Kejaksaan di Bank Persepsi,” tambahnya.
Kasus ini menjerat bos PT Duta Palma Group, Surya Darmadi, yang telah divonis 16 tahun penjara oleh Mahkamah Agung. Surya terbukti bersalah dalam perkara korupsi terkait penyerobotan lahan sawit di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau, yang dilakukan secara ilegal melalui perusahaan-perusahaan cangkang.
Perusahaan-perusahaan yang ikut diselidiki dalam perkara ini antara lain:
PT Palma Satu
PT Siberida Subur
PT Banyu Bening Utama
PT Panca Agro Lestari
PT Kencana Amal Tani
PT Asset Pacific
PT Darmex Plantations
Menurut Kejaksaan, total kerugian yang ditimbulkan dari kasus korupsi ini mencapai Rp 104,1 triliun, terdiri dari:
Kerugian keuangan negara sebesar Rp 4,9 triliun, dan
Kerugian perekonomian negara sebesar Rp 99,2 triliun.
Perhitungan ini melibatkan kerja sama antara BPKP, ahli lingkungan hidup, serta ekonom dari Universitas Gadjah Mada (UGM). Awalnya, kerugian negara diperkirakan sekitar Rp 78 triliun, namun setelah audit menyeluruh ditemukan bahwa dampaknya jauh lebih besar terhadap keuangan dan perekonomian nasional.
Harli menegaskan bahwa langkah represif ini merupakan bagian dari strategi Kejaksaan untuk tidak hanya menjerat pelaku, tetapi juga memulihkan kerugian negara secara nyata. Penyitaan aset dan dana ini merupakan bagian dari upaya Kejaksaan untuk menutup kerugian akibat korupsi yang terjadi di sektor perkebunan.
Selain uang, Kejagung juga telah menyita sejumlah aset fisik seperti lahan sawit, yang kemudian dialihkan kepada BUMN sebagai bentuk pemanfaatan kembali sumber daya untuk kepentingan negara.
Sumber: Kompas